BOOKING TIKET PESAWAT

Bekerja di laut

Bekerja di laut. Info sangat penting tentang Bekerja di laut. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Bekerja di laut

Bisnis Online, Bisnis Internet, Kursus Online membuat website dan bisnis internet

Bekerja di laut
Pernah membayangkan membiayai hidup Anda dengan berprofesi sebagai nelayan? Saya tidak tahu persis apakah ini memang sudah jadi pomeo, tapi kenyataan yang ada para nelayan kita kebanyakan hidup dalam kemiskinan. Atau karena miskin lalu mereka memilih profesi sebagai nelayan? Seolah-olah nelayan itu pilihan profesi ke nomor sekian dalam bidang informal. Padahal Negara ini menjadi besar karena kebahariannya. Tapi kenyataannya benar-benar jauh dari sebutan Negara bahari.

Menurut data yang dikemukakan oleh Arif Satria, Direktur Riset dan Kajian Strategis IPB Bogor, jumlah nelayan miskin di Indonesia ternyata lebih banyak dibanding data resmi yang ada. Data yang ada hanya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir tahun 2002 sebanyak 32 persen. Ini pun indikatornya pendapatan 1 dollar AS per hari. Bayangkan bila indikatornya 2 dollar AS per hari, jumlah yang miskin tentu lebih dari itu. Belum lagi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2005 dan 2008 yang akumulatifnya bisa mencapai 150 persen.

Mengapa nasib nelayan seperti itu? Di tempat saya, Pulau Bunyu, kondisi hidup para nelayan kurang lebih sama seperti yang digambarkan diatas. Saya jadi berfikir mungkin seperti itu juga gambaran kehidupan nelayan di daerah lain. Lalu apa pokok permasalahannya?

Menurut data yang saya ambil lagi dari nara sumber diatas, ketiadaan data kemiskinan nelayan mempersulit pertanggungjawaban pemerintah terhadap publik. Tanpa adanya instrument pengukuran kemiskinan nelayan secara reguler, maka sulit pula mengukur keberhasilan program pembangunan perikanan yang katanya pro-poor.

Mungkin yang patut disoroti pertama kali adalah aspek permodalan. Klaim dari pemerintah adalah bahwa KUR (Kredit Usaha Rakyat) adalah solusi yang ampuh untuk memberantas kemiskinan. Tapi jika dperhatikan lebih jauh justru program KUR ini yang membuat para nelayan khususnya atau masyarakat yang bermukim di garis pantai pada umumnya sulit memanfaatkan system permodalan itu. Alasannya tidak semua bank pelaksana KUR berada di sekitar daerah pesisir. Ini membuat nelayan atau penduduk di pesisir terpaksa ke kota dimana biasanya bank berada untuk mendapatkan kredit tersebut. Padahal, sebelumnya nelayan bisa menikmati kredit dari lembaga keuangan mikro (LKM) di sentra nelayan, yang dananya dari pemerintah. Dana LKM dihentikan sejak adanya KUR.

Mengapa tidak dikombinasikan saja program KUR dengan LKM? Jawaban yang simpel tapi justru akan memberatkan nelayan. Penggabungan kedua program tersebut akan cenderung membuat bunga dana pinjaman akan bertambah. Asumsinya begini, jika bunga KUR adalah 14%, jika kemudian dana pinjaman itu disalurkan lagi melalui LKM maka bunga pinjamannya akan membengkak antara 20 hingga 25%. Memang harus ada cara untuk bisa mengantisipasi kenaikkan bunga kredit seperti itu. Mudah-mudahan solusinya bisa segera ditemukan.

Permasalahan kedua yang harus diatasi adalah pengembangan teknologi dan usaha. Bekerja sebagai nelayan di laut hampir mirip seperti para petani di darat. Ada musim-musim tertentunya. Misalnya seperti yang terjadi pada para nelayan di Pasuruan. Musim ikan teri-nasi disana berlangsung setiap bulan Desember hingga April. Tapi, setelah April, mereka butuh alat tangkap lain supaya bisa menangkap ikan selain teri. Berhubung mereka tidak memiliki modal yang cukup, peralihan musim tangkapan seperti itu tidak bisa mereka tangani dengan baik. Dapat dimengerti jika hasil tangkapannya juga tidak mencukupi.

Kendala-kendala seperti itu diperparah lagi dengan pasca kenaikan harga BBM tempo hari. . Masa’ nelayan harus menggunakan layar lagi untuk melaut? Wah…, bisa lebih parah kondisinya.

Saya hanya bisa berharap, nasib atau kondisi seperti itu tidak merata dialami oleh para nelayan di seluruh kawasan Indonesia. Sebab beberapa kenyataan yang ada masih berindikasi bahwa nelayan masih belum dianggap sebagai profesi penting di Indonesia sebagai bangsa bahari. Sehingga mereka masih dibiarkan sendirian bergelut dengan kemiskinannya.

Kalau sudah begini pasti para orang tua akan lebih pusing lagi jika ada anaknya yang bercita-cita menjadi nelayan. Tapi bagaimana nasib masa depan kita sebagai bangsa bahari?


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger